Dear Awkarin, Masa Remaja Memang Masa yang Sulit

Berawal dari obrolan saya dengan seorang teman seminggu yang lalu, kami membahas tentang video blog (vlog) dan seorang vlogger yang sedang ramai dibicarakan, Awkarin. Saya tidak begitu tertarik sebenarnya, sedikit kaget dan manggut-manggut setelah melihat foto-foto yang di unggah di instagram Awkarin ini. Selanjutnya,  obrolan kami berlanjut kepada hal-hal yang lebih penting. Beberapa hari setelahnya, seorang teman men-share postingan berupa opini tentang Awkarin. Postingan yang lumayan panjang, bahasa penulisnya juga enak dibaca dan setelah tamat membaca postingan panjang itu saya bergumam “Ih salah memang tawwa ini Karin”. Apa yang saya lakukan itu jahat, saya tidak mengenal Karin, saya belum sempat menonton vlognya, tapi saya malah ikutan menghakimi. Untung saya tidak ikutan komentar di instagramnya 🙂

Pembahasan tentang Awkarin berlanjut di obrolan salah satu grup line saya. Baiklah saatnya saya kepo maksimal, saya memutuskan menonton vlog Awkarin. Saya menonton bagian vlog ketiga dan gaga’s birthday. Tertawa, istigfar, dan geli-geli sendiri adalah apa yang saya rasakan selama menonton vlog berdurasi tidak sebentar itu.

Melihat foto dan caption di Instagram kemudian menonton vlog Awkarin. Tunggu dulu, saya merasa ada perbedaan yang jelas di antara keduanya. Foto dan caption di Instagram okelah langsung bikin mikir “wow Awkarin wow”. Tapi setelah menonton langsung vlognya, saya malah berpikir berbeda setidaknya merasa kasihan. Melihat langsung ekspresi dan mendengar langsung suara tentu saja akan berbeda dengan hanya melihat foto dan caption. Akan ada banyak hal yang bisa ditangkap, nada suara Awkarin, gesture dan banyak hal lainnya. Awkarin, satu diantara banyak anak yang sedang berada di rentang waktu usia remaja. Masa peralihan dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu fisik maupun psikologis.

Masa remaja memang masa yang sulit. Secara usia saya belum jauh melewati masa-masa itu, eh jangan-jangan saya juga masih remaja (ctak!). Tapi toh nyatanya dengan usia sekarang saya kadang masih merasa saya belum mengontrol diri sendiri dengan baik. Toh mungkin proses pematangan itu terus berjalan, di tingkat dan proses yang berbeda. Balik lagi soal Awkarin, salah satu hal yang membuat saya akhirnya tertarik membahas ini dalam tulisan adalah karena setelah menonton Awkarin saya akhirnya menghubungkan banyak hal. Salah satunya adalah saat dulu saya pernah melakukan kesalahan.

Dua tahun lalu adalah masa-masa saya sedang menikmati bagaimana rasanya menjadi berguna bagi orang lain dengan mengajar apa saja yang saya ketahui. Hanya saja saya luput sesuatu, saya tidak benar-benar belajar bagaimana memperlakukan anak-anak yang saya didik. Hingga salah satu anak perempuan di antaranya yang tidak bisa saya sebutkan namanya karena dia mungkin sudah dewasa saat ini hihi. Anak perempuan tadi kira-kira usianya 18 saat itu, ia berpakaian seperti laki-laki, senang memotong orang yang sedang berbicara, mengganggu teman yang lain, dan membuat temannya yang masih kecil menangis.

Suatu hari, setelah membuat temannya menangis dia berdiri ingin pergi tapi saya menahan, menceramahi panjang lebar hingga PLAK. Ia melempar botol air mineral kosong ke wajah saya yang masih sementara bicara panjang lebar. Situasi ini adalah kali pertama saya ingin sekali menangis selama bergabung di Komunitas Pecinta Anak Jalanan (KPAJ).

Sebenarnya di situasi tersebut bukan sang anak yang kurang ajar tapi saya yang membuat situasi tadi terjadi. Kenapa? Saya tidak seharusnya menegur langsung anak perempuan tadi, apalagi menegurnya di depan anak-anak yang usianya lebih muda. Terlebih lagi saya sempat berkata seperti ini “Masa kamu tidak bisa mencontoh temanmu yang lebih kecil, dia saja bisa mendengar kalau diberi tahu sesuatu”, ini tidak seharusnya saya katakan. Sesudah melempar botol  tadi dia beranjak pergi, dari kejauhan saya melihat ia menyeka mata dengan lengannya. Di situasi tadi, nyatanya saya yang jahat, tapi orang-orang yang melihat justru mungkin akan menyumpahi anak tadi.

Bukan hanya itu, kuberi tahu satu cerita lagi. Saya memiliki keponakan, usianya memang belum remaja tapi setiap hari ia diberi kebebasan menggunakan telepon genggam ibunya. Suatu hari, saya tidak sengaja ikut menonton apa yang ia tonton. Dengan kata kunci clay dan barbie tentu tidak akan ada hal aneh yang direkomendasikan mesin pencari video yang ia jelajahi. Tapi saya kemudian terbelalak ketika dia menulis kata kunci barbie anak dan barbie hamil. Setelah ngobrol dengan keponakan saya yang masih TK tadi, ia mengaku penasaran bagaimana ibunya yang baru saja melahirkan bisa merubah perut besar menjadi seorang adik yang lucu.

Setiap ia bertanya, ibunya selalu berkata bahwa ia belum akan mengerti. Ini adalah salah satu hak anak yang sering luput yakni hak partisipasi. Orangtua, kakak, guru, kita semua harus bisa menjelaskan sesuatu hal yang tabu sekalipun kepada anak dengan cara yang bisa diterima oleh anak tersebut.

Dear Awkarin, masa remaja memang sangat sulit. Melihat video terakhir yang diunggah Awkarin yang menampakkan dirinya sedang menangis dan meminta orang-orang agar berhenti melakukan bully kepadanya, saya tiba-tiba ingat Marshanda. Ingat Marshanda kan? Salah satu artis yang sering menjadi buah bibir masyarakat, mendapat banyak sekali komentar atas perubahan yang beberapa kali ia lakukan. Dalam wawancaranya di sebuah majalah yang saya baca beberapa hari lalu, Marshanda bilang seperti ini :

Di masa yang semodern ini sangatlah wajar jika seseorang merasakan stres atau depresi. Yang harus anda lakukan adalah memberikan support yang tepat bukan malah memojokkan mereka

Jadi saya tidak akan ikutan memajang foto atau video Awkarin di sini, meskipun akan sangat mudah menemukannya di portal berita atau akun aslinya langsung. Hey, terakhir saya mau mengutip salah satu bagian dari tulisan teman-teman di Aliansi Remaja Independen (ARI) yang semoga menjadi pelajaran bagi kita semua.

Apalah artinya pelajar kita juara dalam mata pelajaran matematika, fisika, bahasa inggris, atau yang lainnya. Jika di kemudian hari menjadi korban atau pelaku kekerasan. Maka negara dan orang dewasalah yang bertanggungjawab karena tidak mendidik mereka dengan mata pelajaran yang paling pemting: kemanusiaan dan keadilan.

Penulis: Tari Artika

Haiii, Terima kasih telah berkunjung, hubungi saya melalui email tariartikasari@gmail.com :)

19 tanggapan untuk “Dear Awkarin, Masa Remaja Memang Masa yang Sulit”

  1. Sudut pandang yang keren. Saya suka ini Tari.

    Nyatanya, memang orang dewasa yang harus lebih bijak daripada anak-anak dan remaja.
    Ambil posiifnya saja.
    Semoga juga Karin belajar banyak.

    Suka

  2. Buat saya yang punya anak remaja, sekarang ini masa2 galau… dikekang mereka berontak, dibebaskan mereka kebablasan. Jadinya harus terus komunikasi sama anak tapi bukan menggurui, hanya menasehi dengan bahasa yang ringan, selayaknya teman yang care.

    Semoga tidak ada lagi awkarin lainnya…
    Aamiin!

    Suka

    1. Tapi banyak kok yang advice ke dia selayaknya teman dengan cara yang menurutku udah lembut banget. Tapi mereka malah dikatain sok suci. Nah gimana tuh?

      Suka

      1. Sebenarnya tergantung penerimanya juga. Semakin sering dia diajak berdialog oleh orang2 dewasa yang bisa memberinya pencerahan tentu pikirannya bisa lebih terbuka.

        Awkarin ini semacam anak alay yang labil menurutku.. shg untuk semua advice yang diberikan untuknya tentu tidak bisa dia terima.
        Menurut saya sekarang ini harusnya orang tua yang berperan untuk menyadarkan anaknya.

        Suka

  3. Saya baru aja stalking IG karin kemarin dab baca berita2 yang belakang TT ditwitter tentang dia. Lalu baca tulisan Kak Tari keren banget. Seharusnya ini bisa dibaca sama hatefollowersnya Karin. Kutipan ARI itu, Karin banget. Dia cerdas dan peringkat 3 UN se Riau. Tapi sekarang malah gitu.

    Sebenarnya saya juga mau nulis tentang Karin selepas stalking dan baca semua beritanya, tapi abis baca tulisan Kak Tari. Nggak jdi deh… udah keduluan keren soalnya. Hahah

    Suka

  4. Anak tak hanya suka ditegur di depan anak lain, tapi juga di media sosial. Saya berusaha keras tidak komentar lagi di postingan anak saya, gara-gara dia pernah protes keras atas komentar saya di salah satu postingannya.
    Ada fasilitas inbox yang bisa orangtua gunakan. Saya jadi kepikiran buat sebuah kegiatan tuk ibu-ibu. Biar mereka bisa dampingi anak-anaknya menjalankan teknologi dengan tepat dan tak tersesat

    Suka

    1. iya kak, sejak itu saya kalau ngomong depan anak2 benar pilih kata yang mau sya keluarkan..

      keren kak, ajak kakalau bikin kegiatan begitu.. kan saya calon ibu juga 😀

      Suka

  5. Jangankan anak-anak/remaja seperti Karin, kita saja… eh, yang sudah emak2 maksudnya… kalau ditegur di depan umum, termasuk di medsos, bisa meradang setengah mateng… “cuma” hal kecil aja bisa jadi war berkepanjangan kan hihi

    Suka

Tinggalkan komentar